Hasil temuan, teori-teori, atau teknik-teknik pembelajaran sepantasnyalah menjadi refrensi orang tua. Kalau tidak, sebagian anak yang kurang konsentrasi akan merasa kesulitan menangkap materi yang di sampaikan.
Membaca Bukan Mengeja
Membaca sudah dapat diajarkan pada balita, bahkan lebih efektif daripada sudah memasuki usia sekolah (6 tahun). Menurut pengalaman, bahwa anak umur 4 tahun lebih efektif daripada umur 5 tahun. Umur 3 tahun lebih mudah daripada 4 tahun. Jelasnya, makin kecil makin mudah untuk diajar — tentu dalam batas anak kalau sudah mulai bisa bicara, mengucapkan konsonan dengan benar.
Anak balita bisa menyerap informasi secara luar biasa. Semakin muda umur anak, semakin besar daya serapnya terhadap informasi baru. Belajar bagi anak adalah sesuatu yang mengasyikkan. Karena belajar mengasyikkan, maka ia bisa menguasai lebih cepat.
Mengajar anak membaca bukan dengan mengeja seperti cara konvensional di sekolah yang dimulai pengenalan nama huruf, kemudian mengenal suku kata, barulah mengenal kata, akhirnya kalimat. Mengajar anak membaca adalah dengan cara mengenalkan satu kata yang bermakna dan kata itu sudah akrab pada pikiran anak atau sudah sering di ucapkan sebelumnya. Seperti contoh : Anak belajar membaca karena hafal konsonannya (suara) seperti: “a – i – u – e – o “ ketika dibolak balik menjadi “ i – o – u – e – a “ anak akan membaca sama yaitu tetap membaca “a – i – u – e – o “. Karena image anak akan menangkap secara konsonan, bukan secara konsep. Disini anak akan terlalu lama untuk memahami bentuk huruf, apalagi bagi anak yang kurang konsentrasi. Anak belajar membaca dengan konsep. Dalam tahap awal anak diajarkan dulu bentuk bunyi. “a – i – u – e – o “ Setelah anak hafal bentuk bunyi, kemudian anak di ajarkan (dipahamkan) bentuk huruf seperti “a – i – u – e – o “ dengan cara dibolak balik menjadi “ i – o – u – e – a “. . “o – u – e – i – a “ dan lain sebagainya sampai anak benar paham bentuk huruf, dan hal ini tidak membutuhkan waktu yang lama.
Selanjutnya setelah anak paham bentuk konsonan dan bentuk huruf diatas maka anak akan mulai memasuki tahap belajar membaca dengan tidak mengeja, dengan metode penggabungan antara bentuk konsonan dan bentuk huruf. Yang di terapkan secara bertahap dan tersusun (konstruktif) dari awal sampai akhir.
Metode ini tidak mengharuskan anak harus menghafal dulu huruf abjad (a – z). tetapi anak diajarkan dengan sistem silang, dan sistim gabung, anak diajarkan memahami huruf yang terletak dibelakang huruf mati.
Contoh :
“a = ba, “o = bo, “i = bi, “e = be ….dst
Disini anak akan cepat menangkap dan membedakan bentuk dan bunyi huruf.
Dengan metode ini diharapkan Anak dapat mencapai Empat tingkat konsep belajar membaca yaitu :
1). Tingkat konkret
Pencapaian tingkat ini ditandai dengan adanya pengenalan anak terhadap suatu bunyi huruf dan bentuk huruf. Anak akan bisa mengidentifikasi bahwa itu adalah bunyi dan bentuk huruf. Anak mampu membedakan huruf dengan bunyi dan bentuk. Disini anak sudah mampu menyimpan gambaran bentuk dan bunyi huruf dalam struktur kognitifnya secara mudah.
2). Tingkat identitas
Anak dapat mencapai tingkat konsep identitas apabila ia mengenal suatu huruf setelah selang waktu tertentu. Misalnya mengenal dan dengan spontan menyebut huruf “ C “ ketika ia melihat majalah atau papan nama di pinggir jalan.
3). Tingkat klasifikatori
Pada tingkat ini anak sudah mampu mengenal persamaan dari contoh yang berbeda. Misalnya anak mampu membedakan antara huruf (a) dibelakang huruf (b) maka dengan reflek anak akan menyebutnya (ba), bukan menyebut per huruf yaitu (b – a = ba) …..dst
4). Tingkat formal
Pada tingkat ini anak sudah mampu membatasi suatu kalimat dengan kalimat lain, membedakannya, menentukan ciri-ciri, bahkan sampai mengevaluasi atau memberikan contoh secara verbal. Seperti: ini gajah, maka anak akan menggambarkan bahwa bentuk gajah itu besar, kupingnya lebar, belalainya panjang…dst